Kami Tak Akan Tinggal Diam Saat Al-Quran Dinistakan

al-quran-ilustrasi
oleh : Feri Nuryadi

إنَّ الحَمْدَ لله، نَحْمَدُه، ونستعينُه، ونستغفرُهُ، ونعوذُ به مِن شُرُورِ أنفُسِنَا، وَمِنْ سيئاتِ أعْمَالِنا، مَنْ يَهْدِه الله فَلا مُضِلَّ لَهُ، ومن يُضْلِلْ، فَلا هَادِي لَهُ.

أَشْهَدُ أنْ لا إلَهَ إلا اللهُ وَحْدَهُ لا شَرِيكَ لَهُ، وأشهدُ أنَّ مُحَمَّدًا عبْدُه ورَسُولُه.

اَللَّهُمَّ صَلِّى عَلَى مُحَمَّدٍ وَ عَلَى اَلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَمَنْ تَبِعَ هُدًى

يَاأَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلا تَمُوتُنَّ إِلا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ

يَاأَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالا كَثِيرًا وَنِسَاءً وَاتَّقُوا اللَّهَ الَّذِي تَسَاءَلُونَ بِهِ وَالأرْحَامَ إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيبًا

يَاأَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَقُولُوا قَوْلا سَدِيدًا * يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَمَنْ يُطِعِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيمًا

Jamaah jumat yang dirahmati Allah

Khatib mewasiatkan pada diri kami pribadi khususnya dan pada seluruh para hadirin umumnya agar senantiasa memanjatkan puja puji syukur kita kepada Allah ﷻ atas seluruh limpahan karunia rahmat-Nya. Oleh karena itu salah satu bentuk rasa syukur kita kepada Allah adalah dengan membela agama-Nya, menolong agama-Nya ketika ada orang-orang yang ingin menentang, bahkan melecehkan-Nya, yang dengannya kita akan mendapatkan pertolongan dari-Nya.

Para Pejuang-Pejuang Islam…

Kita Hidup di pekat gelap perjalanan umah. Telah purna nubuwah, telah khatam khilafah. Telah habis kerajaan yang menggigit sunah meski juga menzhalimi umah. Kita dalam penantian akan fajar yang hendak terbit mengawali masa gemilang yang dijanjikan Rasulullah. Dan jelaslah kita hidup disebuah negeri bernama Indonesia, yang merah benderanya lambang darah para syuhada, putihnya simbol tulus maksud dan tujuan mereka, yaitu agar Islam tegak di Indonesia. Namun hari ini, justru negara melindungi orang yang telah menghina agama para pejuang pembebas bumi pertiwi dari penjajah. Negara tak bisa menghukum orang yang menyakiti hati mayoritas penduduk negeri ini. Ketika mulut para aparat dan hakim masih saja terbungkam, maka jangan salahkan umat Islam kalau tak bisa tinggal diam.

Saudaraku seiman dan seperjuangan…

Menghina adalah perbuatan tercela apapun macam dan bentuknya, kepada siapapun di tujukan, minimal itu adalah sebuah kedzoliman kepada sesama hamba dan klimaksnya adalah sebuah kekufuran yang menyebabkan status seseorang berubah dari muslim ke kafir, atau apabila ia kafir asli, dengan menghina Islam dia secara otomatis mendeklarasikan dirinya sebagai aimmatul kufri (gembong kekafiran). Bahkan hukumannya adalah dibunuh tanpa harus diminta untuk bertaubat dan meminta maaf.

Dalam pandangan manusia saja, menghina bisa menimbulkan pertumpahan darah, apalagi jika yang dihina adalah agama mayoritas manusia di Indonesia. Bukan darah satu dua orang yang siap kita korbankan, puluhan atau ratusan jiwa itu lebih murah dari kehormatan agama Islam beserta kitab sucinya. Islam tidak akan sampai ke kita jikalau tidak ada darah para syuhada Badar dan Uhud yang membela agama Islam. Begitu juga dengan para pejuang yang mengorbankan harta dan jiwanya agar Islam tegak, tidak dihina dan direndahkan dari awal kemunculannya hingga hari ini.

Orang yang menghina Allah Ta’ala dan dien ini tidak diberi udzur atau kesempatan untuk minta maaf dengan alasan apapun kecuali karena dipaksa. Sekarang yang menjadi pertanyaan, apakah Ahok mencela Al-Qur’an karena terpaksa? Kalau tidak, cukupkah dikatakan beriman dengan hanya berdiam diri dan tak melakukan aksi?

Wahai kaum muslimin….

Camkanlah dalam hati anda bahwa ketika anda menolong dan membela agama-Nya pasti Allah akan menurunkan pertolongan-Nya kepada kita hari ini, terkhususnya di sini.

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِن تَنصُرُوا اللَّهَ يَنصُرْكُمْ وَيُثَبِّتْ أَقْدَامَكُمْ

Artinya : “Hai orang-orang yang beriman jika kalian menolong Allah, maka Allah akan menolong kalian dan mengokohkan kaki-kaki kalian.” (QS, Muhammad : 7)

Ketahuilah bahwa jihad yang paling afdhal adalah berkata benar di hadapan para penguasa, Nabi kita bersabda:

أَفْضَلُ الْجِهَادِ كَلِمَةُ حَقٍّ عِنْدَ سُلْطَانٍ جَائِرٍ

“Jihad yang paling afdhal adalah berkata benar di hadapan pemimpin zhalim”

Bahkan jika seseorang mati karena dibunuh penguasa zalim disebabkan amar ma’ruf nahi munkar, dia termasuk pemimpin para syuhada. Dari Jabir radhiallahu ‘anhu, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda,

سَيِّدُ الشُّهَدَاءِ حَمْزَةُ بْنُ عَبْدِ الْمُطَّلِبِ ، وَرَجُلٌ قَالَ إِلَى إِمَامٍ جَائِرٍ فَأَمَرَهُ وَنَهَاهُ فَقَتَلَهُ

“Penghulu para Syuhada adalah Hamzah bin Abdul Muthallib dan orang yang berdiri di hadapan penguasa zhalim lalu ia menyuruhnya dan melarangnya, lalau pemimpina itu membunuhnya.” (Hadits Shahih dalam Mustadrak ‘ala shahihain).

Saudara-saudaraku yang dimuliakan Allah…

Memperjuangkan Islam itu tidak hanya sebatas slogan-slogan, dan dalam memperjuangkan Islam ini tidak cukup hanya dengan menulis spanduk-spanduk, selebaran-selebaran dan lain sebagainya. Kita sebagai muslim harus sadar bahwa memperjuangkan Islam, untuk mengembalikan kemuliaan Islam dan muslimin kita dituntut untuk memperjuangkan Islam dengan perjuangan yang haqiqi, dengan mencurahkan tenaga yang ada, dengan mengorbankan harta benda bahkan lebih besar dari itu kita dituntut juga untuk mengorbankan jiwa kita, dengan kata lain kita dituntut untuk berjihad fii sabiilillah.

Pada saat satu umat sudah memutuskan untuk berhenti melakukan pengorbanan untuk keyakinannya, maka pada saat itulah ia sedang menggali lubang keruntuhannya. Pada saat satu umat sudah memutuskan untuk mengurangi totalitas pengorbanannya kepada keyakinannya, maka pada saat itu umat sebenarnya sedang dalam proses turun menuju kehinaannya.

Sungguh nyawa kita hanya satu dan sudah ada batas waktunya. Jangan takut mati karena berjuang di jalan Allah. Karena tak berjuangpun kita akan tetap mati. Tubuh kita mungkin lemah tak berdaya, namun semangat juang harus tetap membara.

Kaum muslimin yang semoga Allah kuatkan semangat juangnya…

Sebagian kaum muslimin melarang menasihati pemimpin secara terang-terangan bahkan mereka mengharamkan demonstrasi dengan alasan tidak nyunah. Kita katakan, mereka adalah orang-orang yang buta sejarah, buta akan kehidupan para salafus salih yang menjadi panutan.

Perlu diketahui wahai saudara, anjuran menasehati para pemimpin secara empat mata, tidaklah sama sekali menunjukkan pembatasan bahwa inilah satu-satunya cara, melainkan merupakan salah satu bentuk cara nasihat terhadap pemimpin. Tak ada korelasi apa pun yang menunjukkan bahwa terlarangnya menasihati pemimpin secara terbuka.

Sejarah menunjukkan bahwa para Nabi dan Rasul, sebagian sahabat, tabi’in, dan para imam kaum muslimin, pernah menasihati pemimpin secara terang-terangan, baik yang dilakukan di istana penguasa ataupun di tempat selainnya.

Di zaman tabi’in ada Sa’id bin Jubair murid dari sepupu rasulullah Ibnu Abbas yang gagah berani tanpa ada rasa takut sedikitpun dalam hatinya menentang gubernur zalim; Hajjaj bin Yusuf. Sa’id adalah imamnya para imam pada zamannya, dan manusia paling ‘alim saat itu. Dia tidak mengatakan, “Aku akan pergi ke Hajjaj dan akan menasihatinya empat mata!” Tidak, dan tak satu pun ulama saat itu dan setelahnya, menjulukinya sebagai khawarij.

Kemudian Ibnu Taimiyah seorang ulama sekaligus mujahid, tatkala Sultan Ibnu Ghazan berkuasa di Damaskus, Raja Al-Karaj datang kepadanya dengan membawa harta yang banyak agar Ibnu Ghazan memberikan kesempatakan kepadanya untuk menyerang kaum musimin Damaskus. Namun berita ini sampai di telinga Ibnu Taimiyah. Sehingga ia langsung bertindak menyulut api semangat kaum muslimin untuk menentang rencana tersebut dan menjanjikan kepada mereka suatu kemenangan, keamanan, kekayaan, dan rasa takut yang hilang. Lalu bangkitlah para pemuda, orang-orang tua dan para pembesar mereka menuju sultan Ibnu Ghazan.

Inilah Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah, ia bersama umat Islam lainnya menuju istana Sultan untuk menentang kebijakan dan rencana jahatny

a bersama Raja Al-Karaj untuk menyerang kaum muslimin Damaskus. Inilah yang orang sekarang bilang demonstrasi. Imam Ibnu Taimiyah tidak mengatakan, “Aku akan nasihati Sultan Ghazan secara empat mata.” Justru ia melakukannya bersama umat Islam secara terang-terangan.

Dan, yang jelas tak satu pun para ulama Islam mengatakan, bahwa menasihati pemimpin secara terbuka adalah bentuk pemberontakan bahkan khawarij. Ini adalah pengertian yang amat jauh. Tidak pantas menyamakan pemberontakan dengan nasihat. Sebab yang satu berdosa, dan yang lain berpahala dan mulia. Tak pantas pula hal itu disamakan dengan keluarnya kaum khawarij terhadap pemerintahan Ali. Sebab, yang kita bahas adalah tentang penguasa atau pemimpin yang zalim, yang tidak menjalankan aturan dan hukum dengan Kitabullah dan Sunnah bukan pemimpin yang adil yang di dalam nya berjalan atas dasar Kitabullah dan Sunnah seperti Ali bin Abi Thalib Radhiallahu ‘Anhu.

Para Jama’ah Kaum Muslimin Yang Semoga Dirahmati Allah….

Hari ini ada seorang penguasa ibu kota negara yang bukan hanya melakukan tindak kedzaliman tapi ia telah melecehkan kitab suci umat Islam, ia menjatuhkan kehormatan kaum muslimin. Perlu diketahui bahwa pernah ada seorang muslimah yang dilecehkan dan ditawan Romawi, khalifah Mu’tasim Billah menyerukan jihad yang akhirnya 30.000 ribu tentara Romawi ditawan dan 30.000 ribu tentara Romawi tewas.

Lihatlah hanya seorang wanita muslimah, lalu bagaimana dengan pelecehan terhadap kitab suci Al-Qur’an yang menjadi kemuliaan, kehormatan dan kebanggaan bagi seluruh umat Islam. Berarti ia telah melecehkan seluruh umat Islam, ia telah menjatuhkan kehormatan dan harga diri kaum muslimin. Tentunya ia lebih berhak untuk diperangi.

Jadi, aksi demo menuntut ahok agar diadili dan diberi sanksi pada hari ini bukanlah sebuah aib atau cela yang harus ditutupi, bahkan ini adalah sebuah keharusan bagi kaum muslilmin, sebagai bentuk pembelaannya terhadap agama Allah ﷻ. Apalagi ia seorang non muslim kafir lagi memusuhi Islam, yang sebenarnya sanksi yang harus diterima adalah dibunuh.

author

Author: 

Alumni Fiad angkatan '90.

Tinggalkan Balasan